A. Transfer Belajar
1.
Pengertian
Transfer Belajar
Transfer dalam
belajar adalah pengetahuan dan keterampilan siswa sebagai hasil belajar pada
masa lalu sering kali mempengaruhi proses belajar yang dialaminya sekarang. [1]
Transfer dalam belajar yang lazim di sebut transfer belajar (transfer of
learning) itu mengandung arti pemindahan keterampilan hasil belajar dari satu
situasi ke situasi lainnya (Reber 1988). Kata “pemindahan keterampilan” tidak
berkonotasi hilangnya keterampilan menghilangkan sesuatu pada masa lalu karena
di ganti dengan keterampilan baru pada masa sekarang. Oleh sebab itu, definisi
di atas harus dipahami sebagai pemindahan pengaruh atau pengaruh keterampilan
melakukan sesuatu terhadap tercapainya keterampilan melakukan sesuatu lainnya.
Transfer belajar adalah pengalihan hasil belajar
yang telah dilakukan terhadap proses belajar yang sedang dilakukan. [2]
Gagasan awal transfer pembelajaran diperkenalkan
sebagai praktik pengalihan oleh Edward Thorndike dan Robert S. Woodworth
(1901). Mereka mengeksplorasikan bagaimana orang-orang akan melakukan transfer
belajar dalam satu konteks ke konteks yang lain yang sama atau mirip
karakteristiknya. Teori mereka menyiratkan bahwa transfer pembelajaran
tergantung pada proporsi tugas belajar dan tugas pemindahan pada kondisi yang
mirip. [3]
Peristiwa pemindahan pengaruh (transfer) sebagaimana
tersebut di atas pada umumnya atau hampir selalu membawa dampak baik positif
maupun negatif terhadap aktivitas dan hasil pembelajaran materi pelajaran atau
keterampilan lain. Sehingga transfer belajar dapat di bagi menjadi dua
kategori, yakni transfer positif dan transfer negatif.
Sedangkan menurut Gagne seorang education
Psychologist (pakar psikologi pendidikan) yang masyhur, transfer dalam
belajar dapat digolongkan ke dalam empat kategori, yang mana penjelasan lebih
lanjut mengenai aneka ragam transfer baik dari Thorndike maupun
dari Robert M. Gagne adalah sebagai berikut: [4]
a.
Transfer
positif
Yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan
belajar selanjutnya. Transfer positif dapat terjadi dalam diri seorang siswa
apabila guru membantu untuk belajar dalam situasi tertentu yang mempermudah
siswa tersebut belajar dalam
situasi-situasi lainnya. Dalam hal ini, transfer positif menurut Barlow
(1985) adalah learning in one sitaution helpful in other situations, artinya
belajar dalam suatu situasi yang dapat membantu belajar dalam situasi-situasi
lain.
Contoh, seorang siswa yang telah menguasai
matematika akan mudah mempelajari statistika, karena banyaknya kesamaan hukum,
prinsip ataupun rumus yang ada di matematika dan statistika.
Tugas guru adalah mengupayakan agar terjadi transfer
positif, seperti : [5]
a. menyambungkan pengetahuan, keterampilan dan
keahlian yang telah diberikan kepada siswa dengan yang akan diberikan.
b. mempersiakan siswa untuk dapat mengikuti
pembelajaran yang dilakukan dengan pertanyaan dan penjelasan yang mengantarkan
ke penjelasan inti.
c. memberikan penugasan yang memungkinkan siswa
melakukan persiapan sebelum mengikuti pembelajaran baik di rumah maupun di
kelas.
b.
Transfer
negatif
Yaitu transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan
belajar selanjutnya. Transfer negatif dapat dialami seorang siswa apabila ia
belajar dalam situasi tertentu yang memiliki pengaruh merusak terhadap
keterampilan/pengetahuan yang dipelajari dalam situasi-situasi lainnya.
Pengertian ini di ambil dari pakar psikologi pendidikan oleh Daniel Lenox
Barlow (1985) yakni learning in one situation has a damaging effect in other
situations.
Contoh, orang yang sudah terbiasa mengetik dengan
menggunakan dua jari, kalau belajar mengetik dengan menggunakan sepuluh jari
akan lebih banyak mengalami kesukaran dari pada orang yang baru belajar
mengetik. Artinya, keterampilan yang sebelumnya sudah dimiliki menjadi
penghambat belajar keterampilan lainnya.
c.
Transer
vertikal (tegak lurus)
Yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan
belajar pengetahuan/keterampilan yang lebih tinggi. Transfer vertikal (tegak
lurus) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila pelajaran yang telah
dipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tersebut dalam menguasi
pengetahuan/keterampilan yang lebih tinggi/rumit.
Contoh, seorang siswa SD yang telah menguasai
prinsip penjumlahan dan pengurangan akan mudah mempelajari perkalian, atau
seorang anak yang telah menguasai mata pelajaran nahwu dan shorrof akan sangat
mudah mempelajari kitab-kitab fiqh, tafsir dan sejenisnya.
Agar memperoleh transfer vertikal, guru sangat
dianjurkan untuk menjelaskan kepada para siswa secara eksplisit mengenai faedah
materi yang sedang diajarkannya bagi kegiatan belajar materi lainnya yang lebih
kompleks. Upaya ini penting sebab kalau siswa tidak memiliki alasan yang benar
mengapa ia harus mempelajari materi yang sedang diajarkan gurunya itu, mungkin
ia tak akan mampu memanfaatkan materi tadi untuk mempelajari materi lainnya
yang lebih rumit.
d. Transfer lateral
(ke arah samping)
Yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan
belajar pengetahuan/keterampilan yang sederajat. Transfer lateral (ke arah
samping) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila ia mampu menggunakan
materi yang telah dipelajarinya untuk mempelajari materi yang sama kerumitannya
dalam situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini, perubahan waktu dan tempat
tidak mengurangi mutu hasil belajar siswa tersebut.
Contoh, seorang mempunyai orang yang mempelajari dan
memahami mata pelajaran bahasa asing yang mempunyai struktur gramatika, susunan
kata, sintaksis yang sama. Seperti mempelajari dan memahami bahasa inggris akan
mempermudah mempelajari bahasa jerman.
Dengan adanya empat tipe transfer yang telah
disebutkan di atas maka seorang guru harus berupaya agar terjadi transfer yang
positif, yaitu bagaimana ia dapat menyusun dan menata suasana belajar yang
dapat bermanfaat pada aktifitas belajar siswa. Pada tataran praksis seorang
guru harus dapat mengupayakan proses belajar yang mempunyai kesesuaian dan
kemiripan dunia keseharian anak. Atau dengan kata lain bagaimana seorang guru
dapat mengupayakan suatu proses pelajaran yang membumi, dan tidak
mengawang-awang, sehingga anak mempunyai bekal untuk dapat menerapkan ilmu
pengetahuan yang didapatkannya di bangku sekolah dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian diharapkan pendidikan yang
diselenggarakan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat terjun ke kehidupan nyata
di masyarakat setelah ia menamatkan pendidikannya.
Transfer belajar harus sesuai dengan materi yang
diajarkan karena pada dasarnya seorang siswa hanya menerima apa yang
disampaikan guru dan siswa harus mengalami sendiri dari prosesnya secara
langsung. Contohnya :
-
Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
-
Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit
demi sedikit).
-
Penting bagi siswa mengetahui alasan dia belajar dan bagaimana ia
menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu. [6]
2. Teori-teori yang
berkaitan dengan Transfer Belajar
Masalah pokok yang di bahas oleh Albert Bapp adalah
tentang transfer belajar.[7]
Transfer belajar ini terdiri atas tiga teori, yakni:
a. Teori disiplin ilmu/ilmu daya, yang menjelaskan
bahwa daya jiwa pada manusia itu dapat di latih. Dan setelah berlatih dengan
baik, daya-daya itu dapat digunakan pula untuk pekerjaan yang lain yang
menggunakan daya tersebut, dengan demikian terjadilah transfer belajar.
Misalnya seorang anak yang semenjak kecil melatih diri cara-cara melempar
dengan tepat, mula-mula ia melempar dengan batu, kemudian di sekolah ia sering
bermain kasti sehingga terlatih pula melempar dengan bola. Menurut teori daya,
anak yang telah mempunyai kemampuan lari, lompat, loncat akan menghasilkan
kemampuan dalam bidang atletik.
b. Teori elemen identik, yang berpandangan bahwa
transfer belajar dari satu bidang ke bidang studi yang lain atau bidang studi
sekolah ke kehidupan sehari-hari, terjadi berdasarkan unsur-unsur yang sama.
Misalnya antara bidang studi fisika dan ilmu mekanika, dan sebagainya. Menurut
teori ini Hakekat transfer belajar adalah pengalihan dari penguasaan suatu
unsur tertentu pada bidang studi yang lain, makin banyak adanya unsur-unsur
yang sama akan semakin besar terjadinya transfer belajar postif. Unsur-unsur
identik dapat di transfer ke unsur-unsur identik lainnya, yang sering juga di
sebut sebagai “teori elemen identik”.[8]
c. Teori generalisasi, bahwa transfer belajar lebih
berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menangkap struktur pokok, pola dan
prinsip umum, yang dengannya mampu menangkap ciri-ciri atau sifat-sifat umum
yang terdapat dalam sejumlah hal yang khusus. Misalnya ketika seseorang
menguasai dalam kaidah-kaidah pokok dalam hukum islam (ushul fiqh), maka ia
akan dengan mudah menguasai ketentuan hukum yang lebih terperinci dalam hukum
islam.
3. Faktor-Faktor Penyebab Transfer
Belajar
a. Intelegensi, individu yang
lancar dan pandai biasanya segera mampu menganalisa dan dapat melihat hubungan
logis, ia segera melihat unsur-unsur yang sama serta pola dasar atau kaidah
hukum, sehingga sangat mudah terjadi transfer.
b. Sikap, Meskipun orang
mengerti dan memahami sesuatu serta hubungannya dengan yang lain, tetapi
pendirian/kecenderungannya menolak/sikap negatif, maka transfer tidak akan
terjadi, dan demikian sebaliknya.
c. Materi Pelajaran, Biasanya
mata pelajaran yang mempunyai daerah berdekatan akan mudah terjadi transfer.
Contohnya: Matematika dengan Statistika, Ilmu Jiwa Daya dengan Sosiologi akan
lebih mudah terjadi transfer.
d. Sistem Penyampaian Guru, Pendidik
yang senantiasa menunjukkan hubungan antara suatu pelajaran yang sedang
dipelajari dengan mata pelajaran yang lain atau dengan menunjuk kehidupan nyata
yang dialami anak, biasanya akan mudah terjadi transfer.
B.
Lupa dan Jenuh Belajar
1.
Lupa
Lupa
(Forgetting) adalah hilangnya kemampuan untuk menyebutkan atau memproduksi
kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Menurut Gulo (1982) dan
Reber (1988) mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat
sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. [9]
Dapat kita ambil garis besar pengertian dari Gulo dan Reber bahwa sebenarnya
lupa bukanlah kita kehilangan item pemahaman baik informasi maupun pengetahuan,
melainkan hanya ketidakmampuan kita mengeluarkan kembali apa yang telah kita
pelajari dan kita amati di masa yang lalu.
Karen Markowitz
dan Eric Jensen menyebutkan bahwa mengingat lalu melupakan adalah suatu
fenomena umum. [10] ia
merupakan suatu pengendalian biologis yang membantu kita mempertahankan
keseimbangan dalam dunia yang dipenuhi oleh rangsangan sensor. Oleh karena itu,
melupakan sesuatu bukanlah hal yang buruk. Ia hanya membedakan antara informasi
yang penting dan tidak penting. Melupakan itu sangat tidak menguntungkan jika
informasi itu sangat diinginkan kita. Hal yang di ingat adalah hal yang tidak
dilupakan, dan hal yang tidak dilupakan adalah hal yang tidak di ingat (tak
dapat di ingat kembali). [11]
Faktor-faktor
penyebab lupa :
1. Lupa
dapat terjadi jika karena gangguan konflik antara item-item informasi atau
materi yang ada dalam sistem memori seseorang. Gangguan konflik ini terbagi
menjadi 2 macam:
a. Proactive
Interference, Gangguan ini terjadi jika item-item atau materi pelajaran
yang lama telah tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya
materi pelajaran baru. Dalam hal ini gangguan seperti ini terjadi jika seorang
siswa mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi
pelajaran yang telah dikuasainya dalam waktu yang relatif pendek. Dalam
keadaan demikian materi pelajaran yang baru sulit untuk di ingat dan dengan
sangat mudah untuk dilupakan.
b. Retroactive Interference,
Gangguan ini terjadi jika materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan
terhadap pemanggilan kembali materi pelajaran yang telah lebih dahulu tersimpan
dalam subsistem akal permanennya siswa tersebut. Dalam hal ini materi
pelajaran lama akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali (siswa
tersebut lupa akan materi pelajaran lama itu).
2. Lupa dapat
terjadi ketika terjadi tekanan terhadap item yang telah ada baik sengaja atau
tidak. Repression theory (Reber, 1988). Penekanan ini terjadi karena beberapa
kemungkinan:
a. Karena item
informasi (pengetahuan, tanggapan,
kesan, dan sebagainya) yang di terima siswa kurang menyenangkan sehingga ia
dengan sengaja menekannya hingga ke alam ketidak sadaran.
b. Karena item
informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang lama yang telah
ada (seperti retroaktif).
c. Item
informasi yang ada tertekan ke alam bawah sadar karena lama tidak digunakan.
3. Lupa dapat
terjadi karena perbedaan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu
mengingat kembali item tersebut (Anderson, 1990). Contohnya: ketika anak-anak
belajar mengenai nama binatang yang ada dalam gambar seperti jerapah dan kuda
nil, maka anak-anak akan kesulitan untuk mengingat kembali nama hewan tersebut
ketika melihatnya di kebun binatang.
4. Lupa dapat
terjadi karena adanya perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan
situasi belajar tertentu. Jadi, meskipun seorang siswa telah mengikuti proses
mengajar belajar dengan tekun dan serius, tetapi karena sesuatu hal sikap dan
minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena ketidak senangan kepada
guru) maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
5. Menurut law
of disuse (Hilgard dan Bower 1975), lupa dapat terjadi karena materi pelajaran
yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa. Menurut
asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan demikian dengan sendirinya akan
masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi
pelajaran baru.
6. Lupa juga
dapat disebabkan karena adanya perubahan syaraf dalam otak. Contohnya pada
seseorang yang terserang penyakit tertentu, atau pada mereka yang kecanduan
alcohol atau gegar otak, dapat menyebabkan seseorang kehilangan item informasi
yang ada dalam memorinya secara permanen.
7. Decay Theory
adalah teori ini menyatakan bahwa item informasi yang hendak di serap telah
rusak sebelum dimasukkan ke dalam memori permanen seseorang. Kerusakan ini
biasanya disebabkan oleh tenggang waktu antara saat diserapnya item informasi
dengan saat proses pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek siswa
tersebut (Anderson, 1990).
8. lupa dapat
terjadi karena suatu informasi itu tidak penting. Lain halnya apabila suatu
infoermasi itu penting. Yang di sebut dengan penting di sini ialah seberapa
besar suatu informasi menarik minat. Jadi, jika suatu informasi tidak di anggap
penting ia tidak akan di simpan dalam ingatan jangka panjang, ia hanya
tersimpan dalam ingatan jangka oendek.
Kiat mengurangi Lupa dalam belajar:
1.
Over learning
Over learning (belajar
lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi
pelajaran tertentu. Over learning terjadi
apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan
pembelajaran atas respon tersebut dengan cara di luar kebiasaan. Banyak contoh
yang dapat dipakai untuk over learning, antara
lain pembacaan teks Pancasila pada setiap hari Senin memungkinkan ingatan siswa
terhadap teks Pancasila lebih kuat.
2.
Extra study time
Extra study time (tambahan
waktu belajar) ialah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan
frekuensi aktivitas belajar. Penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu
berarti siswa menambah jam belajar, misalnya dari satu jam menjadi dua jam
waktu belajar. Penambahan frekuensi belajar berarti siswa meningkatkan
kekerapan belajar materi tertentu, misalnya dari sekali sehari menjadi dua kali
sehari. Kiat ini dipandang cukup strategis karena dapat melindungi memori dari
kelupaan.
3.
Mnemonic device
Mnemonic device (muslihat
memori) yang sering juga hanya disebut mnemonic itu
berarti kiat khusus yang dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-item
informasi ke dalam system akal siswa. Muslihat mnemonic ini
banyak ragamnya, diantaranya:
- Singkatan, yakni terdiri atas huruf-huruf awal
nama atau istilah yang harus diingat siswa. Pembuatan singkatan-singkatan ini
seyogianya dilakukan sedemikian rupa sehingga menarik dan memiliki kesan
tersendiri.
- Sistem kata pasak (peg word system), yakni
sejenis teknik mnemonic yang menggunakan
komponen-komponen yang sebelumnya telah dikuasai sebagai pasak (paku) pengait
memori baru. Kata komponen pasak ini dibentuk berpasangan yang memiliki
kesamaan watak (baik itu warna, rasa, dan seterusnya). Misalnya langit-bumi; panas-api; merah-darah; dan
seterusnya.
- Rima (Rhyme), yakni sajak yang di buat
sedemikian rupa yang isisnya terdiri atas kata dan istilah yang harus di ingat
siswa.
4 4 . Clustering
Clustering (pengelompokkan)
ialah menata ulang item-item materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang
dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki signifikansi
dan lafal yang sama atau sangat mirip. Penataan ini direkayasa sedimikian rupa
dalam bentuk daftar-daftar item materi sehingga mudah untuk dihafalkan.
5.
Distributed
Practice (Latihan terbagi)
Lawan latihan
terbagi adalah latihan terkumpul yang sudah tidak efektif karena mendorong
siswa melakukan cramming. Dalam latihan terbagi siswa melakukan latihan-latihan
dengan alokasi waktu yang pendek dan dipisah-pisahkan antara waktu-waktu
istirahat. Upaya demikian dilakukan untuk menghindari cramming, yakni
banyak belajar materi secara tergesa-gesa dalam waktu yang singkat.
6.
Pengaruh
letak bersambung
Siswa
dianjurkan menyusun daftar kata-kata (nama, istilah, dan sebagainya) yang
diawali dan diakhiri dengan kata-kata yang harus di ingat. Kata-kata tersebut
sebaiknya ditulis dengan menggunakan huruf dan warna yang mencolok agar tampak
sangat berbeda dari kata-kata lainnya yang tidak perlu diingat sehingga
kata-kata tersebut melekat erat dalam ingatan siswa.
2.
Jenuh Belajar
Secara
harfiah, arti jenuh ialah padat atau penuh sehingga tidak mampu
lagi memuat apa pun. Selain itu, jenuh juga dapat berarti jemu atau bosan.
Kejenuhan belajar ialah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar,
tetapi tidak mendatangkan hasil (Reber, 1988).[12]
Seorang siswa yang mengalami kejenuhan belajar merasa seakan-akan pengetahuan
dan kecakapan yang diperoleh dari belajar tidak ada kemajuan. Tidak adanya
kemajuan hasil belajar ini pada umumnya tidak berlangsung selamanya, tetapi
dalam rentang waktu tertentu saja, misalnya seminggu. Namun tidak sedikit siswa
yang mengalami rentang waktu yang membawa kejenuhan itu berkali-kali dalam satu
periode belajar tertentu.
Menurut
Cross (1974) dalam bukunya The Psychology of Learning, [13] keletihan
siswa dapat dikategorikan menjadi tiga macam:
1. Keletihan indera siswa,
2. Keletihan fisik siswa,
3. Keletihan mental siswa.
Keletihan
indera dan keletihan fisik dalam hal ini mata dan telinga pada umumnya dapat
dikurangi atau dihilangkan lebih mudah setelah siswa beristirahat cukup
terutama tidur nyenyak dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang cukup bergizi.
Sebaliknya, keletihan mental tak dapat diatasi dengan cara yang sederhana cara
mengatasi keletihan-keletihan lainnya. Itulah sebabnya, keletihan mental
dipandang sebagai faktor utama penyebab munculnya kejenuhan belajar.
Faktor-faktor penyebab keletihan
mental siswa bisa kita lihat di bawah ini:
1.
Karena kecemasan siswa terhadap
dampak negatif yang ditimbulkan oleh keletihan itu sendiri;
2.
Karena kecemasan siswa terhadap
standar/patokan keberhasilan bidang-bidang studi tertentu yang dianggap terlalu
tinggi terutama ketika siswa tersebust sedang merasa bosan mempelajari
bidang-bidang studi tadi.
3.
Karena siswa berada di
tengah-tengah situasi kompetitif yang ketat dan menuntut lebih banyak kerja
intelek yang berat.
4.
Karena siswa mempercayai konsep
kinerja akademik yang optimum, sedangkan ia sendiri menilai belajarnya sendiri
hanya berdasarkan ketentuan yang ia buat sendiri.
Selanjutnya,
keletihan mental yang menyebabkan munculnya kejenuhan belejar itu lazimnya
dapat diatasi dengan menggunakan kiat-kiat antara lain sebagai berikut:
1. Melakukan
istirahat dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi dengan takaran yang
cukup banyak.
2. Pengubahan
atau penjadwalan kembali jam-jam dari hari-hari belajar yang dianggap lebih
memungkinkan siswa belajar lebih giat.
3. Pengubahan
atau penataan kembali lingkungan belajar siswa yang meliputi pengubahan posisi
meja tulis, lemari, rak buku, alat-alat perlengkapan belajar dan sebagainya
sampai memungkinkan siswa merasa berada disebuah kamar baru yang lebih
menyenangkan untuk belajar.
4. Memberikan
motivasi dan stimulasi baru agar siswa merasa terdorong untuk belajar lebih
giat daripada sebelumnya.
5.
Siswa harus berbuat nyata (tidak menyerah atau tinggal diam) dengan cara
mencoba belajar dan belajar lagi.
Sedangkan
faktor-faktor yang menyebabkan jenuh belajar adalah sebagai berikut: [14]
1.
Seorang kehilangan motivasi dan
konsolidasi pada suatu level ilmu pengetahuan dan keterampilan.
2.
Munculnya kebosanan dan keletihan
karena kemampuan seseorang telah sampai pada batas maksimalnya dalam belajar.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offest,
2010), hlm 164.
[2]
Muchlis
Sholihin, Psikologi Belajar PAI, (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press,
2006), hlm 51.
[3]
Sudarwan Danim,
Psikologi Pendidikan (Dalam Perspektif Baru), (Bandung: Alfabeta, 2010),
hlm 189.
[4]
Muhibbin Syah, Psikologi,
hlm 165-166.
[5]
Mochlis
Sholichin, Psikologi Belajar Aplikasi Teori Belajar dalam Pembelajaran, (Surabaya:
CV. Salsabila Putra Pratama, 2013), hlm 218.
[6]
Sofan Amri, Proses
Pembelajaran Kreatif & Motifasi dalam Kelas. (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2010), hlm .
[7]
Oemar Hamalik, Psikologi
Belajar Mengajar. (Banfung: Sinar Baru Algensindo, 2009), hlm 52.
[8]
Sudarwan Danim,
Psikologi), hlm 189.
[9]
Muhibbin Syah, Psikologi
, hlm 155-156.
[10]
Mahmud, Psikologi
Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm 164.
[11]
Sumadi
Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2012), hlm 47.
[12]
Muhibbin Syah, psikologi,
hlm 162.
[13]
Ibid, hlm 163.
mantap buat tambah referensi nih, terima kasih
BalasHapusoh iya buat tambahan ilmu psikologi kk bisa baca2 blog saya
psikologi untuk semua